Itu analogi yang beberapa waktu lalu sempat kutulis dalam suatu prosa pada aplikasi notes di handphone. Sejak kemarin pompa air di kantor sedang bermasalah dan puncaknya pagi ini minta diganti. Jadilah di kantor tidak ada air mengalir yang bisa digunakan untuk banyak keperluan. Bahkan air di semua bak kamar mandi di bangunan kantor juga habis. Nah, yang tidak bisa hidup tanpa air nggak cuma ikan, kan?

Habisnya air mengalir di kantor menggiringkupergi ke masjid untuk numpang kamar mandi, atas saran dari seorang teman yang barusan dari masjid untuk keperluan kamar mandi. Sebelumnya, sesaat setelah sampai di kantor aku sudah kecele, membasuh tangan dengan sabun cair, tapi kran yang kuputar tidak mengeluarkan air setetes pun. Jadilah aku cuci tangan pakai Aqua gelas, habis dua gelas. Cuci tangan aja pakai Aqua, glamour, kan?

Jadi, ke masjid cuma numpang kamar mandi? Nggak pakewuh, sungkan, sama Yang Punya Rumah? Itu juga perang batinku di dalam kamar mandi tadi. Ya, deh. Habis selesai urusan kamar mandi aku menghadap sama Yang Punya Rumah sebentar, setelah sekian lama tidak menghadap pada jam-jam seperti ini. Aku tinggalkan juga sebotol shampoo dan sabun di kamar mandi sebagai ganti lupa bawa dompet. Ingat, ini urusannya tentang pakewuh, bukan cerita tentang amal baik dan tidak baik.

Ternyata nggak cuma ikan yang nggak bisa hidup tanpa air. Manusia juga. Minimal manusia akan bertengkar karena masalah air. Dan air juga bukan air jika sifatnya tidak menghidupi makhluk hidup.

Jadi, air dan yang dihidupi adalah tentang kesadaran keutuhan penciptaan diri. Maka kemudian aku dan kamu masing-masing harus berusaha menjemput kesadaran untuk apa diciptakan.

Selesai kutulis tulisan ini pompa air yang baru masih belum datang.

Satu respons untuk “Aku Ikan, Kamu airnya

Tinggalkan komentar