Kedung Darma Romansha: Membaca Puisi Adalah Kerja Intelektual

Minggu (25/02) malam lalu aku datang di peluncuran buku puisi Kedung Darma Romansha berjudul Masa Lalu Terjatuh ke Dalam Senyumanmu di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Banyak pembahasan menarik dalam acara diskusi tersebut yang terpantik dari interaksi para pembicara dan penanya. Di bawah ini poin-poin yang sempat kucatat dari Joko Pinurbo (Jokpin) dan Kedung Darma Romansha pada sesi ulasan dan tanya jawab.

Catatan dari sesi bicara Jokpin

Alasan

Anak muda itu tumbuh dewasa dengan pemandangan satu neneknya yang lumpuh hingga akhir hayat dan alzheimer pada neneknya satu lagi yang masih hidup. Satu kakeknya telah wafat sebelum ia lahir dan satu kakeknya lagi veteran perang kemerdekaan dengan kesehatan yang makin menurun.

Tak jarang ia terlibat diskusi dengan orangtuanya tentang pemeriksaan medis kakek dan neneknya. Perlahan ia menyadari bahwa kondisi tua seseorang tidak pernah diketahui pasti sejak muda.

Terbit kekhawatiran jika kelak ia mengalami Baca lebih lanjut

Tanpa Aksara

dalam rangkai-aksaramu
pada caraku menatapmu
sama
masih ada yang sengaja disembunyikan

mataku malas mengantarmu pergi usai kujabat tanganmu, karena itu berarti ia akan menjumpai lagi darimu: senyuman tanda baca, perulangan dua huruf tawa, dan tersekatnya suara

butuh lebih banyak tatap muka
tanpa perantara aksara
untuk menjadi kita

FYI, tentang hal di atas aku menemukan padanannya ketika suatu hari menjajaki kemungkinan pengembangan aplikasi mobile. Pilihannya ada dua: Baca lebih lanjut

“Pelangi” dan Sajak yang Belum Selesai Ditulis (3-habis)

Jadi?

Naskah drama yang belum/tidak jadi dipentaskan itu ada. Lukisan yang belum/tidak selesai dilukis oleh seorang pelukis juga ada. Lagu ciptaan musisi yang belum/tidak diperdengarkan ke publik juga ada. Begitu pula, kemarin kubaca di bukunya, pengakuan seorang penyair ternama akan salah satu judul puisinya yang belum diselesaikannya juga ada. Dan aku sekarang mengalaminya, ada ide yang belum selesai kukemas menjadi sajak.

Pada bulan yang sama tahun lalu aku menyimak Siapkah Kau ‘Tuk Jatuh Cinta Lagi, tahun ini menyimak Pelangi. Feel-nya beda ketika menyimak keduanya, karena cerita yang dijalani seseorang kemarin dan hari ini sangat mungkin berbeda. Ada keasyikan tersendiri ketika Baca lebih lanjut