Ketika Penulis Bertutur

Hal sederhana tentang seorang penulis sejauh pengamatanku sebelumnya, yaitu kebiasaan dia menata logika di dalam tulisannya–yang tatanan itu sudah ada duluan di dalam kepalanya–tercermin pada kerapian tutur bicaranya. Bahkan ada penulis yang penuturannya terasa mudah dikutip dalam sekali dengar.

Kurang lebih sejak tiga minggu lalu beberapa acara yang diisi penulis buku kudatangi. Ada yang sifatnya berbagi wawasan, ada juga yang lebih bersifat pertunjukan. Namun rupanya pada salah satu acara tersebut aku menemukan penulis yang karyanya sudah banyak, hingga diterjemahkan ke bahasa asing, yang untuk bisa menangkap utuh maksudnya harus kuperhatikan betul kata demi kata yang diucapnya.

Maksud dia berbicara masih bisa terbaca arahnya ke mana. Tapi, sewaktu-waktu ada yang kurasa ucapannya Baca lebih lanjut

Eka Kurniawan Menjawab

Kuliah Umum. Begitu yang kubaca di publikasinya. Beneran kuliah umum di kafe? Tapi, ternyata tadi malam beneran ada materi kuliah umum yang dibacakan Eka Kurniawan di Kafe Basabasi, Yogyakarta. Materi Membayangkan Kembali (Kesusasteraan) Indonesia dan Dunia itu kupikir bakal ada di ekakurniawan.com, tapi sampai aku menulis ini kucari di sana belum kutemukan.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Jadilah semalam kusimak materi itu sedengarnya. Lha, gimana? Kafe Basabasi sebanyak itu yang datang dan karena konsepnya tempat kongkow, ya, isinya banyak orang pada bicara sendiri-sendiri. Sesekali tepat dari arah atas kafe terdengar suara keras pesawat melintas yang akan mendarat di Bandara Adisutjipto.

Secara langsung dari tempatku berdiri dan duduk suara Eka dari pengeras suara kurang begitu jelas terdengar seluruhnya karena suasana tersebut. Tapi, sempat kurekam jawaban-jawaban Eka di sesi tanya jawab yang dibuka sampai 3 termin pada tautan di bawah ini: Baca lebih lanjut

Kedung Darma Romansha: Membaca Puisi Adalah Kerja Intelektual

Minggu (25/02) malam lalu aku datang di peluncuran buku puisi Kedung Darma Romansha berjudul Masa Lalu Terjatuh ke Dalam Senyumanmu di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Banyak pembahasan menarik dalam acara diskusi tersebut yang terpantik dari interaksi para pembicara dan penanya. Di bawah ini poin-poin yang sempat kucatat dari Joko Pinurbo (Jokpin) dan Kedung Darma Romansha pada sesi ulasan dan tanya jawab.

Catatan dari sesi bicara Jokpin

Berguru

Malam, malam ini. Buku ini. Menutup sebagian galauku akan pengembangan website.

Malam, sepuluh hari sebelum tanggal ulang tahun masehiku pada bulan terakhir 2013, aku mendengar puisi ini pertama kali dibacakan oleh penulisnya, Emha Ainun Nadjib. Puisi demi puisinya ia bacakan diiringi Gamelan Kiai Kanjeng. Merinding aku di akhir pertunjukan. Seperti ada daya magis yang muncul dari penataan cahaya, suara, dan gerak. Mungkin sejak itulah kesadaranku tentang seni pertunjukan iseng-iseng mulai tumbuh.

Salah satu yang berkesan kuat bagiku hari ini adalah Baca lebih lanjut

Kamulah Semesta

Mungkin kau tak ‘kan pernah tahu betapa mudahnya kau untuk dikagumi

Mungkin kau tak ‘kan pernah sadar betapa mudahnya kau untuk dicintai

Sepenggal lirik lagu Sheila on 7 di atas teringat dalam suatu obrolan beberapa waktu lalu. Suatu obrolan di atas bukit, di bawah pohon, dan angin ikut nimbrung memberi sejuk sehingga malas untuk pulang ke rumah. Aku teringat lirik tersebut setelah menyimak hal yang dibicarakan teman bicaraku. Sesaat sebelum teringat penggalan lirik tersebut ada hal-hal yang sempat terlintas.

Dari atas bukit, dari bawah pohon.

Betapa mudahnya untuk dikagumi, betapa mudahnya untuk dicintai tentu ini gambaran sosok yang menarik. Ia bisa disukai lawan jenis dari yang berpikir dengan otak kanan sampai otak kiri, tidak pandang kaya atau miskin, dari yang teguh beragama hingga bangga tak beragama, dan beragam tolak ukur lainnya. Dan tidak menutup kemungkinan ia dicintai banyak orang sebab manfaat yang telah ditebarnya.

Betapa mudahnya untuk dikagumi, betapa mudahnya untuk dicintai menurutku berarti Baca lebih lanjut

Jalan Sastra dari Yogya untuk Indonesia

Sastra bukanlah tujuan Sabana. Sastra adalah jalannya Sabana. Sabana, dari Yogya untuk Indonesia.

Selasa malam lalu (25/06/2013) diluncurkan majalah sastra Sabana. Bertempat di Rumah Budaya Emha Ainun Nadjib (Rumbud EAN), launching majalah tersebut dihadiri banyak orang hingga memenuhi halaman tempat berlangsungnya acara. Hadir dalam acara tersebut para sastrawan kawakan Yogyakarta seperti Iman Budhi Santosa, Ashadi Siregar, Emha Ainun Nadjib, EH Kartanegara, Untung Basuki, Teguh Ranusastra, Faruk HT, Mustofa W. Hasyim, Indro Tranggono, dan lainnya yang rata-rata telah berusia lanjut.

Para Sastrawan

ki-ka: EH Kartanegara, Faruk HT, Ashadi Siregar, Mustofa W. Hasyim, Indro Tranggono dalam sesi diskusi.

Acara diawali dengan musik keroncong dari grup musik Dhang Sela yang kerap menampilkan musik keroncong di XT Square Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh dua mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Drajat Teguh Jatmiko dan Putrisari.

“Sabana adalah satu dari majalah sastra di Indonesia. Menurut catatan Pak Iman Budhi Santosa ada empat majalah sastra, salah satunya Sabana,” ungkap Mas Helmy selaku perwakilan dari Rumbud EAN.

Kemudian Emha (Cak Nun) memperkenalkan satu persatu para sesepuh sastra Malioboro yang hadir kepada para hadirin yang mayoritas generasi muda. Para sesepuh sastra yang disebut Cak Nun orang-orang Baca lebih lanjut

Sang Pemimpi

Dapat pinjaman novel bagus, Sang Pemimpi. Ya, buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi karya penulis Andrea Hirata. Memang aku belum baca itu novel. Kalau yang Laskar Pelangi sudah khatam, pernah aku bahas juga di blog ini.

“Di baca y sang pemimpinya??”, begitu isi SMS dari si empunya novel.

Iya… iya… aku baca. Makasih lho D dipinjemin… ;-p
Hehe…