Terpantik Orang-Orang Dari Masa Silam

Minggu lalu menjelang adzan isya’ mendadak seorang teman di perusahaan tempatku pertama bekerja dulu mengirim pesan japri kepadaku. Dia bilang sedang berada di gapura masuk gang menuju rumahku tinggal. Dia menanyakan apakah aku sedang berada di rumah. Jika iya maka ia akan datang ke rumah setelah mampir shalat isya’ di masjid dekat rumahku.

Aku yang sedang bersiap-siap akan pergi tidak mengiyakan pertanyaannya. Kubilang sedang pergi, karena sudah siap akan pergi bertemu teman yang kami telah janjian sebelumnya. Mengetahui keberadaannya hanya sepelemparan batu dari rumahku dan tepat saat itu aku menunda kepergian karena menunggu adzan isya’ selesai, aku memilih menemuinya tepat setelah shalat isya’. Itulah pertemuan pertama kami setelah sekitar lima-enam tahun tidak bertemu, setelah pada tahun 2016 sempat ngobrol di pesan instan dan mewacanakan pertemuan segera.

Kemarin lusa sebuah nomor yang tidak kukenal membangunkanku dari tidur pagi. Suara bapak-bapak di seberang sana. Singkat cerita, beliau adalah seseorang yang dulu menjadi rekanan kantor tempatku bekerja. Waktu itu aku sedang ditugaskan oleh di luar pulau perusahaan tempatku bekerja dan demi kelancaran pekerjaan kantorku dengan kliennya, harus ada keterlibatan dari perusahaan daerah setempat. Bapak itulah yang nomornya dulu sempat kuhubungi.

Beliau mengatakan Baca lebih lanjut

Persangkaan dan Kemesraan

Sosmed biru-putih kemarin menawariku untuk membagikan memori unggahan sekian tahun lalu. Sebuah foto di bawah ini. Tapi, tawaran itu kutanggapi dingin.

Ceritanya ada di bawah ya…

Itu foto saat aku menjadi Baca lebih lanjut

Akhir Tiga Tahun Kebersamaan

Putus. Itulah satu kata kunci penanda peristiwa itu. Hari ini hampir seminggu peristiwa itu terjadi. Sebelumnya sudah kuduga akan putus juga, tapi aku tidak ingin buru-buru memutuskannya. Aku ingin perpisahan tersebut berjalan alami.

Bukan tiga tahun juga persisnya, tapi sekitar dua tahun sebelas bulan kebersamaan itu. Sampai saat ini aku belum berpikir tentang penggantinya. Sementara waktu aku hanya ingin membiasakan tanpanya. Tanganku harus terbiasa tanpanya. Bersamanya, panas-dingin pendakian gunung hingga kecipak ombak pantai selatan telah terlewati.

Apa yang membuatku bertahan dan tidak ingin melepasnya? Baca lebih lanjut

Dari Hollywood sampai HB I (#2)

Suasana kuliah dosen Pak Yanto

Singgungan “Hamengkubuwana I”

Diskusi kami lalu terhenti sebentar karena ada seorang bapak-bapak berjenggot agak panjang yang masuk ke ruangan, ada perlu dengan Pak Yanto. Kulihat bapak tadi menyalami lalu mencium tangan Pak Yanto. Pemandangan yang tidak biasa buatku.

Aku tetap di situ. Bapak itu lalu membicarakan sesuatu dengan Pak Yanto, tepatnya masalah Baca lebih lanjut

Dari Hollywood sampai HB I (#1)

Penasaranku terjawab. Paling nggak, sih… 🙂

Kemarin Senin. Selepas kuliah pagi Broadcasting, aku datangi dosen yang tak lain guru besar di kampusku, sebut saja Pak Yanto. Sembari mengemas notebook berlogo buah tergigitnya beliau meladeni pertanyaanku.

Diskusi pagi itu melebarkan lagi celah-celah pikiranku.

Alur Skenario Film Hollywood = Kisah Adam

Kuliah Broadcasting pagi ini masih membahas pola penulisan cerita film layar lebar. Aku membuka pertanyaan tentang apa yang pernah Pak Yanto sampaikan di pertemuan kuliah sebelumnya. Pertanyaan yang terpantik ketika beliau beberapa kali menyebutkan pola penulisan skenario cerita film-film Hollywood adalah pola kisah Nabi Adam AS.

“Apa orang Hollywood juga menyebut pola skenarionya diambil dari cerita Nabi Adam, Pak?”

Pak Yanto bilang tidak, orang Hollywood tidak menyebut eksplisit bahwa mereka mengambil pola kisah Nabi Adam. Tapi mencontohkan pola penulisan skenario film Hollywood ada pada kisah Nabi Adam.

Kutanya lagi dari mana beliau dapatkan kisah utuh Nabi Adam sebenarnya? Karena selama ini aku tahunya cerita Nabi Adam itu dari cerita-cerita lepas jaman kecil dulu, dari buku-buku “kisah 25 nabi”, dsb. Pikirku cerita-cerita dari situ belum utuh, karena pasti lebih detail dan kompleks lagi jika sumbernya dari kitab klasik atau tafsir ayat-hadits yang ditulis ahlinya.

Rupanya jawaban beliau tidak jauh dari bayanganku. Pak Yanto bercerita kalau rangkaian kisah Nabi Adam di Al Qur’an ya seperti pola penulisan cerita skenario film Hollywood itu. “Jadi misalnya di Surat Al-A’raf itu cerita Nabi Adam ke-1… 3… 5… 7…; di surat lainnya cerita ke 2… 4… 6… 8…”.

Kuingat lagi di pertemuan Broadcasting sebelumnya Pak Yanto sempat bercerita kalau cerita tentang Nabi Adam beliau temukan dan pelajari selama 30 hari pada bulan Ramadhan.

Ada pola-pola tertentu dalam penulisan cerita skenario film Hollywood, misalnya bagaimana si tokoh utama mulai memasuki petualangan cerita (Call to Adventure), tokoh utama meninggalkan ego pribadinya, tokoh utama meraih penghargaan, tokoh utama kembali ke dunia biasa, dst.

Dan masih ditekankan Pak Yanto, yang beliau kutip dari ayat (atau hadits, aku lupa) bahwa “kisah-kisah para nabi adalah kisah terbaik bagimu”.

Ajisaka Hollywood

The Chronicles of Java

The Chronicles of Java

Selanjutnya masalah film animasi 3 dimensi yang sedang digarap Pak Yanto sebagai eksekutif produser dan penulis skenarionya, dengan tokoh utama Ajisaka. Film animasi yang dalam produksinya melibatkan pekerja film Hollywood, karena memang untuk dipasarkan ke Hollywood.

“Waktu menulis cerita film Ajisaka itu Pak Yanto ambil referensi kisahnya dari mana? Mungkin dari kitab kuno atau serat, gitu? Karena kan kalau film Ajisaka itu nanti ketika ditayangkan dan kemungkinan ditonton oleh orang-orang ilmu budaya, gimana kira-kira tanggapan dari mereka kalau ternyata mungkin film Ajisaka itu nggak seperti apa yang diceritakan di kitab atau serat kuno, gitu?”

Dijawab dengan senyum, Pak Yanto lalu mengatakan kalau cerita Ajisaka dalam film ini adalah cerita versi beliau sendiri. “Nanti dianggap menjiplak kalau saya ambil (cerita Ajisaka, red) dari tulisan orang lain”, lanjutnya.

Diterangkan Pak Yanto, inti cerita film Ajisaka ini nanti adalah manusia mendapatkan kekuatan terbesarnya ketika dia telah berpasrah diri pada Tuhan. Jadi nanti di ending kisahnya Ajisaka berhasil mengalahkan Prabu Dewatacengkar ketika dia pasrah pada Tuhan (setelah sebelumnya mengalami kekalahan melawan Dewatacengkar).

Di ujung diskusi Ajisaka ini Pak Yanto lalu bercerita. Dulu waktu penciptaan bumi, bumi bergoncang dengan hebatnya. Tuhan lalu membuatkan gunung dan bumi itu diam (tidak lagi bergoncang). Malaikat takjub, lalu bertanya pada Tuhan, “Ya Tuhan, adakah yang lebih kuat dari gunung (batu)?”
Tuhan menjawab, “Ada. Besi.”
Lagi malaikat bertanya, “Ada yang lebih kuat dari besi?”
Tuhan jawab, “Ada. Api.”
“Yang lebih kuat dari Api?”
“Air.”
“Yang lebih kuat dari air?”
“Angin.”
“Adakah yang lebih kuat dari itu semua?”
“Ada. Yaitu (manusia yang) bersedekah dengan tangan kanan, tangan kirinya tidak mengetahui.”

Selanjutnya…