Separuh Buku Luar Biasa

Baru separuh buku luar biasa ini habis kubaca. Rasanya kok sayang sekali kalau cepat-cepat selesai membaca habis buku ini. Dan terus terang memang aku tidak bisa cepat-cepat membaca buku ini demi memahami maksud dari kalimat-kalimat yang penulisnya sampaikan.

Buku ini berjudul Proof of Heaven, berisi kisah pengalaman “pengelanaan” seorang dokter ahli bedah syaraf bernama Eben Alexander, MD saat mengalami mati suri yang disebabkan oleh virus yang menyerang syaraf otaknya. Lebih lengkapnya siapa dia cari saja di Google atau simak pembicaraanya di Youtube.

Tengah malam tadi kulanjutkan membaca buku ini sampai pada bab Berkah Melupakan. Aku beberapa kali bergumam mengagumi apa yang Eben tulis di bab ini, terutama pada beberapa paragraf akhir bab. Akan kucoba meringkas inti beberapa paragraf akhir bab tersebut.

Proof of Heaven, versi terjemah Bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Bentang Pustaka.

Proof of Heaven, versi terjemah Bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Bentang Pustaka.

Eben mengungkap bahwa

bagian dari di kita yang terdalam dan sejati adalah bebas sepenuhnya. Ia tidak akan lumpuh oleh berbagai peristiwa yang terkait dengan status fisik. Ia tidak perlu takut pada hal yang bersifat duniawi seperti mengejar kemasyhuran, penaklukan, ataupun harta.

Itulah diri spiritual yang sejati yang suatu saat akan kita sadari. Sebelum saat kesadaran itu tiba, menurut Eben, kita sebaiknya berusaha semampu yang kita bisa untuk memelihara hubungan dengan bagian sejati tersebut karena perilaku seperti itulah yang sebenarnya Tuhan inginkan. Kasih dan perhatian adalah bahan dasar dari dunia spritual yang Eben maksud.

Maka, guna kembali ke dunia yang suatu saat kita sadari sejati itu, menurut Eben kita harus kembali menjadi seperti dunia itu walaupun kita terperangkap dan tertatih-tatih di dunia saat ini.

Eben melihat bahwa salah satu kesalahan terbesar manusia saat memikirkan Tuhan adalah membayangkan Tuhan sebagai angka, sebagai suatu yang dapat diukur dan berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Namun memang Tuhan paham akan kondisi tersebut karena Ia tahu bahwa sebagai manusia kita ini sempat lupa pada-Nya sebab ada beban hidup di dunia yang dijalani saat ini.

Sekat Penghambat

Aku lalu terngiang-ngiang clue tentang maksud penciptaan jin dan manusia oleh Tuhan, tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Tentu amatlah sempit bila yang disebut ibadah atau bentuk ketundukan hanyalah gerak ritual. Menurutku, memelihara hubungan dengan bagian sejati atau sederhananya menyelaraskan ruh dengan fisik sebagai kesatuan diri, adalah bagian dari tujuan penciptaan tersebut. Illaa liya’buduun.

Di bab ini pula aku menangkap bahwa sesuatu yang Eben sebut sebagai bagian sejati, yang menurutku itu ruh, terhambat geraknya untuk kembali menyatu dengan Tuhan karena disekat oleh fisik dan cara berpikir dunia. Tapi ya, kembali itu tadi, illaa liya’buduun adalah usaha menyadari dan menjaga sepenuhnya bahwa ada wilayah dalam diri yang suatu saat akan kembali kepada yang sejati. Maka itulah Tuhan menciptakan agama, maka itulah Tuhan menciptakan katalisator pembanding ketaatan pada-Nya bernama iblis.

Ah, ini masih separuh buku. Separuh kurang sedikit malah. Sangat kusayangkan bila tidak menuntaskan buku ini.

Tinggalkan komentar