Ivan Lanin dan Syntax Error

Ivan Lanin dalam kuliah umum Bahasa Indonesia dan Penggunaannya Zaman Saiki di Kafe Basabasi, Yogyakarta (24/3).

“Kalau mau konsisten, pelajari bahasa komputer! Itu pasti konsisten,” nasihat Ivan Lanin kepada orang-orang yang mencari kekonsistenan dalam Bahasa Indonesia. Sebelumnya ia menyebut bahwa bahasa manusia selalu mengandung Baca lebih lanjut

pelangi kembar

beberapa waktu lalu aku lihat pelangi kembar. sore setelah hujan, aku keluar kamar kost. lihat langit sebelah timur ada dua pelangi, sebelah kanan dan kiri.

foto dari kiri:

1. awalnya pelangi ada dua, kanan dan kiri. yang sebelah kiri agak tipis, jadi agak kurang jelas juga di foto.

2. makin lama pelangi sebelah kanan semakin jelas, yang kiri semakin tipis.

3. pelangi sebelah kanan semakin Baca lebih lanjut

Dari 5 kembali ke 5

Apa maksudnya judul tulisan ini? Yah… tidak lebih hanyalah sebuah refleksi tentang pengalaman diri sendiri mengenyam pendidikan dari tingkat SD sampai dengan terakhir kemarin STM selama kurang lebih 12 tahun. Bukan mau narsis atau menonjolkan diri, tetapi hanya ingin share pengalaman, yang penting prosesnya!

Dari lima kembali ke lima. Dulu pertama kali aku mendapatkan ukuran peringkat prestasi belajar di kelas, atau yang bahasa jawanya adalah ranking :-), adalah rangking ke-5. Aku masih ingat tentang hal itu: kelas satu SD, di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya, pada saat Tes Sub Sumatif pertama (TSS I) caturwulan I, nama kelasku satu B (I B), nama wali kelasku Dra. Sri Purwanti (biasa dipanggil Bu Sri. Ehm, orangnya agak galak… hehe..), kalau tidak salah waktu itu nama teman sebangkuku Danu, Danu Kisworo panjangnya, dan urutan nomor absenku sekitar urutan 30-an. Nah, ranking 5 dari 30-sekian anak itulah ranking yang pertama kali aku dapatkan, pemeringkatan hasil TSS I. Dan waktu itu masih belum kenal sama yang namanya nyontek atau nyonto atau nedhak atau ngerpek, ya masih kecil kok ya…

Dan… Inilah kabar-kabar SD lamaku itu, lihat di http://www.sdm4sby.com. SEKOLAH STANDAR NASIONAL!!! Aaagghhh…. betapa aku sekarang merasa menyesal harus meninggalkan SD Surabayaku itu, ikut orang tua pindah ke Jogja. Aku menyesal tidak lulus Sekolah Dasar di sekolah besar itu. Aku akhirnya lulus di SD Muhammadiyah Sokonandi Yogyakarta. Bayangin aja, meninggalkan SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya ketika aku selesai kelas 5 SD!! Tinggal setahun lagi tuh aku bisa lulus di sana! Andai waktu itu aku sudah bisa “lebih mikir”, maka aku pasti akan minta tinggal dulu dengan pakde atau bude yang tinggal di Surabaya setidaknya sampai lulus SD, tapi ya itu… masih kecil waktu itu, masih terlalu nurut sama orang tua. hiks… Tapi setidaknya aku bangga pernah menjadi bagian dari SD besar itu, walaupun bukan alumni resmi yang mungkin tercatat dalam database alumninya. fiuh….

Kembali ranking 5 lagi di akhir semester di STM. Ranking terakhir selama duduk di bangku sekolah formal. Peringkat ke-5 dari 29 anak, sekolahnya di SMK Negeri 3 Yogyakarta (STM 2 Jetis), jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, dan sebagainya, dan sebagainya…. :-p

Sebenarnya diawali dan diakhiri dengan ranking 5 bukan berarti stangnasi alias tidak berkembang. Jangan salah bro, gini-gini pernah ngerasain ranking pertama juga. Waktu itu di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, semester kedua di kelas satu, kepala masih suka aku tutupin pakai peci karena rambut keriting yang susah diatur dan jelek banget menurutku. Dan berlanjut ke posisi-posisi yang alhamdulillah tidak jauh dari sepuluh besar. Pokoknya ranking naik turun tapi nggak jauh-jauh. 😉

Hasil murni atau nggak tuh?! Terus terang aku baru berani kerjasama dengan teman sejak kelas dua SMP. Ya antara kepepet dan tidak bisa mengerjakan, juga ada kesempatan, ditambah teman yang tanya-tanya waktu ulangan, ya udah simbiosis mutualisme jadinya….  Tapi akhirnya aku sadar kalau kejujuran dalam menyelesaikan suatu hal itu jauh lebih bernilai daripada menutup-nutupi (huekk….), iya kok.

Sebenarnya menurutku, yang terpenting bukan ranking-rankingan seperti itu. Tapi proses belajarnya, sudah sejauh apa dia paham akan materi yang diberikan, sudah sejauh apa dia bisa menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Karena ternyata ada orang-orang yang “tampaknya bisa” tetapi dalam prosesnya dia tidak memaksimalkan potensi dia sebenarnya, menutup-nutupi kekurangan dengan jalan pintas, dsb (ngerti kan maksudnya?)

Proses bro… proses! Merangkak itu proses! If there’s a process, there’s a result. 😉

LULUS !!!

Tanggal 14 Juni 2008, sekitar jam setengah sebelas siang. Pas lagi balas SMS dari temen yang katanya sudah lulus, ada pak pos datang di depan rumah. “Pos..!”, begitu kata pak pos waktu datang. Lalu aku terima suratnya, “Makasih pak.”, kataku. Surat pengumuman kelulusan sekolah, memang sekolahku mengumumkannya lewat pos bukan di sekolah. Mungkin supaya tidak ada keributan atau aksi corat-coret, iya lah. Beberapa STM di Jogja juga seperti itu.

Lalu aku gunting sisi kanan amplop. Tapi waktu aku lihat lagi amplopnya: “Kepada Yth.: Orang tua dari Rahmat Tsani Hakimi (3 TKJ)”, ya udah aku berikan ke ayahku, biar ayahku yang lihat duluan. “Alhamdulillah, lulus”, katanya. Lalu aku lihat suratnya, memang aku lulus!

Lega, akhirnya lulus juga. Dengan segala macam pendapatku tentang unas, akhirnya ya lulus juga. Aku sebenarnya cuma pasrah saja dengan hasil unas. Yang jadi masalah buat aku cuma satu (dan klasik), matematika. Yang aku rasa paling bisa mengerjakan cuma Bahasa Inggris, lalu Bahasa Indonesia. Aku tidak menyesal tidak pintar matematika, memang ilmu di dunia cuma matematika?! Orang tu kan punya spesialisasi sendiri-sendiri, nggak bisa ini tapi yang itu bisa. Udah fitrahnya seperti itu memang. Makanya ada istilah saling membantu, saling melengkapi.

Btw, pokoknya lega sudah lulus unas. Lega, karena tidak pakai seragam sekolah lagi (capek punya image anak sekolah!), karena mulai pengalaman baru lagi, karena bisa berbuat lebih banyak. Dan yang paling penting, kelulusan ini salah satu awal dari perjalanan panjang ke depan (wuess…), jadi rasanya tidak perlu euforia berlebihan macam konvoi, corat-coret, ribut-ribut, malah katanya ada yang mabuk-mabukan.

Hehe… Agak munafik ya? Padahal sebenarnya aku pengen coretin baju dengan tanda tangan teman-teman, tapi kata ibuku, “Nggak usah! Ngapain kayak gitu?!”. Ditambah adikku, “Iya tsan, ngapain. Malu-maluin… Aku juga kalo kelulusan nggak pengen kayak gitu kok.”. Toh juga teman-teman tidak pada berangkat ke sekolah, aku juga agak malas ke sekolah. Nggak ada acara coret-coret atau konvoi.

LULUS!!!

what’s next? 😉